Jumat, 20 Desember 2013

TEOLOGI LIBERAL



Akar dari teologi liberal (juga disebut sebagai modernisme) dapat ditelusuri sampai ke Jerman pada abad kedelapan belas, Immanuel Kant (1724-1804) biasanya dipertimbangkan sebagai bapak dari religius liberalisme modern, Kant menyangkali bukti-bukti dari eksistensi Allah, dan mempertahankan bahwa manusia hanya dapat mengetahui Allah melalui penalaran, Pendekatan ini merupakan hasil dari Pencerahan, yang memandang tradisi dan otoritas Alkitab dengan kecurigaan dan mengklaim jasa dari penalaran, Friedrich Schleiermacher (1768-1834) membawa gambaran baru pada teologi melalui penekanannya pada "perasaan" dalam agama Schleiermacher berusaha untuk membuat teologi cocok dengan pikiran modern, la mengajarkan bahwa agama tidak dapat diidentifikasi dengan kredo-kredo, melainkan dengan ekspresi dari perasaan, baik itu ekspresi seni, literatur atau yang lain, Schleiermacher mendefinisikan agama sebagai "perasaan dari kebergantungan yang absolut", Sebaliknya, ia mengidentifikasikan dosa sebagai keegoisan yang menguasai seseorang akan dunia ini, George Hegel (1770-1831) membawa pemikiran liberal ke arah lain, Hegel membawa konsep evolusi ke dalam sejarah (dan agama) pada waktu ia mengajarkan bahwa sejarah adalah pertemuan dari gerakan-gerakan yang berlawanan (tesis-antitesis) dengan percampuran dari keduanya (sintesis), Banyak orang merasakan bahwa filsafat Hegelian sangat dipengaruhi oleh Ferdinand C, Baur (1792-1860) dan Julius Wellhausen (1844-1918) di dalam hal studi kritis terhadap Alkitab. Maka, lahirlah higher criticism, di mana pandangan tradisional tentang penulis kitab-kitab di Alkitab dipertanyakan.

Inti dari teologi liberal termasuk sebagai berikut. Penekanan pada penalaran manusia dan pengalaman; kepercayaan-kepercayaan agama harus lulus tes penalaran manusia dan penemuan-penemuan ilmiah; dan Kekristenan harus beradaptasi pada dunia modern. Alkitab bukan tanpa salah, dan kitab yang berotoritas; Alkitab adalah catatan dari pengalaman-pengalaman orang lain; dan memiliki nilai keteladanan bukan dogmatik. Tidak ada perbedaan di antara natural dan supranatural: perbedaan antara Allah dan natur, manusia dan binatang, Kristus dan manusia dihilangkan; hasil logis dari pandangan ini adalah panteisrne.

Liberalisme merupakan pandangan yang optimistik tentang hidup yang kehilangan pengaruhnya sebagai akibat dari PD I, dan melalui kelahiran pendekatan baru pada kepercayaan-kepercayaan religius yang disebut Neo-ortodoksi.

Liberalisme menyatakan bahwa teologi-teologi yang ada, adalah hasil dari rasionalisme dan eksperimentalisme dari para filsuf dan ilmuwan, Liberalisme menempatkan penalaran manusia dan penemuan-penemuan ilmiah pada tempat utama; segala sesuatu yang tidak sepakat dengan penalaran dan ilmu pengetahuan harus ditolak, Sebagai akibatnya, liberalisme telah menolak doktrin historik dari iman Kristen, karena berhubungan dengan mukjizat dan supranatural: inkarnasi Kristus, kebangkitan tubuh Kristus, dan semacamnya, Modernisme merupakan hal yang secara umum sama dengan liberalisme, tetapi menekankan penemuan-penemuan dari ilmu pengetahuan, dan berusaha untuk merekonsiliasi ilmu pengetahuan dan Alkitab sebagaimana dalam kasus Harry Emerson Fosdick [1].



I. STANDAR LIBERALISME


A. PERKEMBANGAN HISTORIKAL DARI STANDAR LIBERALISME


Friedrich Schleiermacher (1763-1834), Teolog Protestan Jerman ini bereaksi terhadap rasionalisme yang dingin dari para filsuf, dan berusaha untuk membela Kekristenan dengan dasar perasaan la mengembangkan suatu "teologi perasaan" dan dengan itu ia disebut sebagai bapak dari neo-ortodoksi (ia juga dikenal sebagai bapak dari religius liberalisme modern), Schleiermacher menekankan bahwa agama tidak ditemukan dalam penalaran filosofis atau dalam pengakuan doktrinal (ia menolak doktrin-doktrin historik dari Kekristenan), melainkan ditemukan dalam perasaan, di mana seseorang dapat mengalami Allah, la menekankan sifat subjektifitas dari agama, yang penekanan nya kemudian ditemukan dengan ekspresi seutuhnya dalam neo-ortodoksi.

Schleiermacher menekankan suatu agama etika, yang ia definisikan sebagai "perasaan kebergantungan secara mutlak" atau "kesadaran akan Allah" [2]. la tidak menganggap dosa sebagai suatu pelanggaran terhadap hukum Allah. ia mendefinisikan dosa sebagai peristiwa "di mana manusia berusaha untuk hidup sendiri, terpisah dari alam semesta dan sesamanya" [3]. Schleiermacher juga menolak doktrin-doktrin historik seperti kelahiran dari anak dara, penebusan substitusionari, dan keilahian Kristus, Semua itu tidak penting. Ia mengajarkan bahwa Kristus adalah seorang penebus, hanya dalam arti bahwa la merupakan teladan yang ideal dan sumber dari kesadaran akan Allah yang mengatasi dosa. Orang-orang percaya mengalami regenerasi (kesadaran akan Allah dari Yesus) "dengan berpartisipasi dalam hidup persekutuan dari gereja kontemporer, bukan dengan hanya percaya kepada kematian Kristus dan kebangkitan-Nya dalam sejarah" [4].

Teologi Schleiermacher memiliki efek dramatik pada isu otoritas. "Tidak ada otoritas eksternal, baik itu Kitab Suci, gereja. atau pernyataan kredo historik, yang mengatasi pengalaman langsung dari orang-orang percaya" [5]. Akar dari subjektivisme (dengan penekanan pada pengalaman, bukannya pada yang objektif, kebenaran doktrinal), secara prinsipil dapat dilihat dalam neo-ortodoksi, demikian pula dalam penolakan liberal pada otoritas Kitab Suci, yang ditemukan dalam teologi Schleiermacher.

Albrecht Ritschl (1822-1889), Teolog ini berasal dari Protestanisme Jerman, seperti halnya Schleiermacher, ia mengajarkan bahwa agama tidak boleh teoritis, tetapi praktis. Ia menolak baik spekulasi filosofi kal dari para filsuf maupun penekanan atas pengalaman dari Schleiermacher. Ia mengajarkan kepentingan dari nilai etika. "Hal itu harus dimulai dengan pertanyaan, "Apa yang harus saya lakukan untuk diselamatkan?" tetapi apabila pertanyaan itu berarti "Bagaimana saya dapat pergi ke surga ketika saya mati?" maka hal itu merupakan pertanyaan yang bersifat teoritis. Diselamatkan berarti hidup dalam suatu kehidupan yang baru, diselamatkan dari dosa, keegoisan, ketakutan dan kebersalahan" [6].

Ritschl menolak doktrin-doktrin tradisional dari dosa asal, inkarnasi, keilahian Kristus, penebusan substitusionari Kristus, kebangkitan tubuh Kristus, mukjizat-mukjizat, dan doktrin-doktrin kardinal lainnya, Doktrin-doktrin ini tidaklah penting karena semua itu tidak praktikal, semua doktrin itu tidak berkaitan dengan isu-isu moral. Ritschl mengevaluasi segala sesuatu berkaitan dengan penilaian dari fakta (peristiwa historis) dan penilaian dari nilai (implikasi-implikasi bagi individu), Jadi, seseorang dapat berbicara tentang fakta Yesus dan nilai Kristus [7]. Kepentingan dari diskusi itu sekadar pada nilai Kristus bagi komunitas orang percaya, Kristus yang seperti ini dipahami melalui iman, realitas historis dari pribadi-Nya tidaklah penting, Pernyataan-pernyataan doktrinal tidaklah penting, karena semua itu tidak menolong seseorang dalam perilaku moralnya; jadi, kematian Kristus bukan merupakan kematian penebusan, tetapi suatu teladan moral tentang kesetiaan terhadap panggilan-Nya, yang seharusnya menginspirasikan orang lain untuk memiliki kehidupan yang serupa,

Sangatlah jelas bahwa Ritschl meletakkan dasar bagi dikotomi dari perbedaan antara historie (peristiwa dari sejarah) dan geschichte (cerita atau mite) yang muncul kemudian, Dengan penekanannya pada nilai moral, ia terlihat meletakkan dasar untuk "injil sosial" liberal [8].

Adolph Von Harnack (1851-1930). Teolog Jerman ini merupakan pengikut Ritschl, yang percaya "bahwa kepercayaan Kristen dibungkus oleh pemikiran Yunani yang diperkenalkan ke dalam Injil, yang kebanyakan bukan esensi iman yang sebenarnya" [9]. Von Harnack mempopulerkan pandangan Ritchi melalui buku terlarisnya What ls Christianity? yang diterbitkan pada tahun 1901.

Von Harnack menyangkali bahwa Yesus pernah mengklaim keilahian-Nya, menyangkali mukjizat, dan mengatakan bahwa Paulus telah mencemarkan agama sederhana dari Yesus. Ia menekankan kebutuhan untuk kembali pada agama dari Yesus, bukan agama tentang Yesus. Jadi, adalah penting untuk kembali pada kebenaran sentral atau intinya, dengan cara mengangkat kabut budaya yang melingkupi kebenaran itu, Benih-benih dari demitologisasi Rudolf Bultmann terlihat di dalam pendekatan Von Harnack.

Kritikisme Biblikal. (1) Perjanjian Baru. F, C. Baur (1792-1860) menolak doktrin historis Kristen dan mengembangkan metode kritik historis dengan cara menerapkan filsafat Hegel, yaitu tesis-antitesis-sintesis pada Kitab Suci. Ia mencari elemen-elemen kontradiksi dalam PS untuk mendukung teorinya. Jadi, ia berpendapat bahwa ada konflik antara teologi Petrus (Yahudi) dengan teologi Paulus (non-Yahudi). Menurut Baur, setiap kitab PS harus dipertimbangkan berdasarkan terang dari konflik antara Yahudi dan non-Yahudi pada gereja mula-mula,

David Strauss (1808-1874), seorang murid dari Baur, menyangkali keakuratan dari catatan historis Alkitab, dengan mengatakan bahwa terjadi pencemaran yang dilakukan oleh para pengikut Yesus, Jadi, ia memandang Alkitab sebagai dipenuhi oleh "mitos". suatu konsep yang diambil dari filsafat Hegel, Dalam menafsirkan PB, Strauss mengajarkan bahwa Yesus merupakan simbol dari Ide Absolut dalam umat manusia, Jadi, Allah-manusia yang sejati bukan hanya pada Yesus, melainkan pada seluruh umat manusia [10].

(2) Perjanjian Lama, Dalam kritikisme PL, teori hipotesa dokumentari berpendapat bahwa Pentateukh merupakan kumpulan dari dokumen-dokumen yang berbeda, yang ditulis dalam periode lima abad (bukan ditulis secara keseluruhan oleh Musa) [11]. Jean Astruc (1684-1766), seorang dokter Perancis berpendapat bahwa Musa menyalin dari dua dokumen yang berbeda, salah satunya yang menggunakan nama Elohim untuk Allah dan yang lain yang menggunakan Jehovah Pendapat Astruc menjadi dasar bagi hipotesa dokumentari. Eichhorn mengembangkan pendapat ini dengan membagi Kejadian dan sebagian dari Keluaran; DeWette melanjutkan pekerjaan itu dengan menerapkan tesis Astruc pada Ulangan, Ada kontribusi dari yang lainnya, dan teori terakhir menghubungkan komposisi dari Pentateukh dengan pola evolusionari dari Julius Wellhausen.

Pendekatan dari kritikal tinggi ini telah melakukan banyak hal untuk menghancurkan pandangan tentang penulisan dari kitab-kitab di Alkitab yang dipegang secara historis, Jalan telah diaspal untuk memilah-milah semua kitab di Alkitab dan secara umum menetapkan penanggalan yang lebih terkemudian pada tulisan-tulisan mereka, Contohnya, kitab-kitab di PB seperti surat-surat pastoral, Paulus sebagai penulis telah ditolak [12].

Horace Bushnell (1802-1876), Seorang klergi Amerika bagi orang Amerika sebagaimana halnya Schleiermacher bagi Eropa, la kemudian dikenal sebagai "bapak dan teologi liberalisme Amerika", Berbeda dengan pertobatan seketika dan dramatik yang dianut oleh para penginjil pada zamannya, Bushnell menjadi berpengaruh dalam pengajarannya bahwa anak-anak "akan bertumbuh ke dalam" Kekristenan dalam suatu periode waktu, bukan melalui pertobatan secara instan, Dalam pengajuan filsafatnya, Bushnell menolak doktrin dosa asal. Ia berpendapat bahwa anak-anak dilahirkan dalam keadaan baik dan akan tetap baik apabila dirawat dengan benar. Bushnell menolak doktrin inspirasi Alkitab (di antara doktrin-doktrin lain yang ia tolak) dan juga menganut teori keteladanan dari kematian Kristus.

Walter Rauschenbusch (1861-1918). Seorang klergi Baptis dari Amerika mengajarkan injil sosial dan kemudian dikenal sebagai "bapak dari injil sosial". Teologi Rauschenbusch dipengaruhi oleh pengalamannya sebagai pendeta dari gereja Second German Baptis di kota New York, di mana ia melihat kehidupan yang penuh penderitaan dari para imigran, pengeksploitasian para buruh, dan perlakuan diskriminatif dari pemerintah terhadap orang miskin yang menderita [13]. Ketika ia kembali untuk mengajar di Baptist Theological Seminary di Rochester, New York, ia mengajar dan menulis cukup panjang lebar berkaitan dengan kepercayaannya tentang teologi keprihatinan sosial. Ia mengkritik sistem kapitalistik yang telah dimotivasi oleh keserakahan dan penganutan dari kepemilikan properti secara kolektif (namun dia menolak Marxisme). Bagi Rauschenbush, injil bukan tentang berita keselamatan pribadi, melainkan etika kasih Yesus yang akan mentransformasi masyarakat melalui penyelesaian masalah kejahatan sosial .

Perang Dunia Pertama. Oleh karena berita liberal pada esensinya adalah optimistik, dan menyangkali keberdosaan manusia dan percaya pada keprogresifan masyarakat yang akan menjadi semakin baik, maka Perang Dunia Pertama menghancurkan pengajarannya. Kehadiran dari perang itu telah menghancurkan mitos bahwa manusia menjadi semakin baik dan mematikan liberalisme sebagaimana telah dikenal pada waktu itu. Liberalisme akan muncul kembali, tetapi dalam format yang berbeda.

Karl Barth telah dididik di bawah Harnack, tetapi dengan terjadinya perang dunia, maka ia tidak memiliki berita untuk dikhotbahkan. Berita liberal tentang keoptimisan tidak dapat diterima oleh orang-orang yang menderita karena perang. Barth kembali ke Kitab Suci untuk mencari berita yang baru. Ia kemudian memimpin dunia teologikal ke dalam teologi yang baru sebagai akibat dari krisis ini.



B. PENGAKUAN DOKTRINAL STANDAR DARI LIBERALISME [14].


Bibliologi, Kaum liberal memandang Alkitab sebagai buku biasa, bukan diinspirasikan secara khusus, Kritik tinggi menganalisa kitab-kitab di Alkitab berdasarkan sudut pandang manusia, yaitu berusaha untuk menemukan faktor-faktor manusia berkaitan dengan penulisan, penanggalan, dan sumber-sumber yang dipakai dalam penulisan. Mereka tidak mempedulikan pandangan-pandangan tradisional tentang penulisan oleh Paulus, misalnya. Jadi, kitab-kitab di Alkitab secara umum diberi penanggalan yang lebih terkini, dan sering kali pandangan tradisional sehubungan dengan penulisan ditolak.

Skema evolusi diaplikasikan pada perkembangan agama di Alkitab, sehingga agama Israel tidak diakui sebagai hasil dari pewahyuan Ilahi, namun hanya sekadar dipandang sebagai perkembangan agama manusia. Jadi, agama Israel di PL dipandang sebagai suatu "agama yang haus darah" dan dalam perkembangan dilihat sebagai lebih rendah dari "etika Yesus yang lebih tinggi". Jadi, konflik yang terlihat di antara PL dan PB dijelaskan dalam agama evolusi.

Teologi Proper. Liberalisme menekankan keimanenan Allah, yang mengajarkan bahwa Allah ada di mana-mana dan dalam segala sesuatu. Hasil ekstrim dari keimanenan Allah adalah panteisme (Allah adalah segala sesuatu). Dalam doktrin liberal, Allah dilihat bekerja dalam segala sesuatu, la bekerja dalam alam dan dalam proses evolusi Jadi, tidak perlu ada mukjizat. Kaum liberal menolak untuk membedakan antara natural dan supranatural.

Antropologi. Otoritas Kitab Suci dan wahyu Ilahi ditolak. Penalaran manusia ditinggikan di atas Kitab Suci dan doktrin-doktrin tradisional. Alkitab harus dipahami dari sudut pandang rasional. Apabila Alkitab berisi cerita-cerita yang secara rasional tidak dapat diterima oleh pemahaman manusia, maka mereka harus ditolak. Jadi, mukjizat-mukjizat di Alkitab harus dibuang.

Teologi harus praktis, karena itu, penalaran manusia dikombinasikan dengan pengalaman agama untuk menggantikan wahyu Ilahi dan otoritas dari Kitab Suci.

Sementara Kekristenan tradisional telah mengajarkan kemutlakan dalam kebenaran dan moral, maka liberalisme mengajarkan bahwa dunia merupakan sistem yang terbuka Bagi kaum liberal tidak ada kemutlakan; pernyataan dogmatik tidak dapat dibuat. Segala sesuatu dapat dipertanyakan, termasuk Alkitab dan doktrin-doktrin tradisional yang dianut selama ini. Teologi tradisional harus ditolak, karena hal itu merupakan sistem yang baku, sementara liberal mengakui kemungkinan perubahan secara konstan.

Dengan hadirnya Era Penalaran dan ilmu pengetahuan modern, kaum liberal bermaksud untuk membuat Kekristenan dapat dipahami oleh orang-orang Mereka berusaha untuk membuang istilah-istilah kuno dan menyetujui hal-hal yang sejalan dengan penalaran manusia dan ilmu pengetahuan modern. Kekristenan tidak dilihat sebagai sesuatu yang kuno atau ketinggalan zaman, Kekristenan liberal harus berkaitan dengan semangat zaman. Hal ini secara khusus dapat dilihat dari hasil karya seseorang seperti Harry Emerson Fosdick.

Soteriologi. Dalam usaha liberalisme untuk relevan, penekanan pada keselamatan pribadi dari hukuman kekal ditolak, hal itu dianggap tidak relevan. Dengan semangat keoptimisan, liberalisme menetapkan untuk mendatangkan kerajaan melalui usaha manusia; jadi, injil sosial menjadi berita mereka. Kerajaan Allah bukan berkaitan dengan masa yang akan datang, masa supranatural, tetapi sudah ada di sini dan sekarang melalui penerapan prinsip-prinsip dan etika Yesus.

Adalah penting untuk mencatat bahwa tidak semua kaum liberal-setidaknya bukan di awal tahap dari liberalisme-mengajarkan berita sosial. Liberalisme pada masa permulaan adalah teoritis. Reinhold Niebuhr, seorang teologi neo-ortodoksi, melihat ketidakadilan sosial selama pelayanannya di Detroit dan menjadi seorang kritikus yang vokal dari liberalisme. Injil sosial secara luas merupakan fenomena di Amerika pada abad ke sembilan dan pada permulaan abad dua puluh.



C. RINGKASAN EVALUASI DARI LIBERALISME STANDAR


Sebagai hasil dari penekanan liberalisme pada penalaran manusia dan metode ilmiah dapat terlihat pada ditinggalkannya doktrin-doktrin historik Kristen. Doktrin depravitas total dan dosa asal ditolak; manusia tidak dilihat sebagai yang jahat tetapi sebagai yang pada dasarnya baik. Manusia dapat diarahkan untuk melakukan yang baik melalui pendidikan. Keilahian Yesus ditolak; Yesus adalah guru yang baik dan manusia yang ideal. Ia merupakan teladan bagi yang lain. Mukjizat-mukjizat di Alkitab disangkali, karena semua itu tidak harmonis dengan penalaran manusia dan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern.



D. TEOLOGI LIBERAL :


Teolog : Schleiermacher

Penekanan : Menekankan perasaan dan pengalaman; bapak dari religius liberalisme modern.

Pandangan tentang Doktrin-doktrin Kristen : Tolak Kejatuhan, dosa asal, kelahiran dari anak dara, dan penebusan substitusionari. Dosa adalah minat di dunia; iman adalah perasaan, bukan respons terhadap apa yang dikatakan Allah.


Teolog : Ritschl

Penekanan : Menekankan aspek etikal dan praktikal; pengajarannya menjadi dasar bagi injil sosial.

Pandangan tentang Doktrin-doktrin Kristen : Tolak dosa asal, inkarnasi, keilahian, penebusan, dan kebangkitan Kristus. Sangkal mukjizat. Definisikan dosa sebagai keegoisan.


Teolog : Harnack

Penekanan : Mengajarkan bahwa Paulus mencemarkan pengajaran Yesus dan Kekristenan. Ajarkan "kebapakan dari Allah dan persaudaraan di antara manusia."

Pandangan tentang Doktrin-doktrin Kristen : Sangkali keilahian Kristus dan penebusan substitusionari-Nya. Ajarkan bahwa Paulus mencemarkan agama Yesus.


Teolog : Baur

Penekanan : Mengembangkan metode kritik historis. Tekankan evolusi historikal dari PB.

Pandangan tentang Doktrin-doktrin Kristen : Sangkali wahyu, inkarnasi, dan kebangkitan tubuh Kristus. Ajarkan Kekristenan adalah konflik antara kelompok Yahudi (Petrus) dan non-Yahudi (Paulus).


Teolog : Bushnell

Penekanan : Anak-anak dilahirkan baik dan dapat diajar untuk bertumbuh ke dalam Kekristenan.

Pandangan tentang Doktrin-doktrin Kristen : Melawan pertobatan seketika. Sangkali penebusan substitusionari Kristus; kematian-Nya hanya suatu teladan.


Teolog : Rauschenbush

Penekanan : Menekankan injil sosial; kasih Yesus akan mentransformasi masyarakat.

Pandangan tentang Doktrin-doktrin Kristen : Mengajarkan bahwa injil adalah keprihatinan sosial, kepemilikan kolektif, dan distribusi barang sama rata. Tolak penebusan substitusionari dari Kristus, kedatangan-Nya kedua kail, dan neraka secara harfiah.



II. NEO LIBERALISME


A. PERKEMBANGAN HISTORIS DARI NEO-LIBERALISME


Pengaruh Perang Dunia I menghembuskan kematian pada garis liberalisme yang lama" Setelah itu, liberalisme yang baru, yang disebut "teoloqi realistik" dibentuk.

Harry Emerson Fosdick (1878-1969) merupakan "bapak pendiri" dari liberalisme baru" la mendapatkan pendidikan dari Union Theological Seminary yang liberal di New York City" Fosdick menjadi pengkhotbah yang sangat populer di Riverside Church di New York. Ia menulis lebih dari tigapuluh buku, dan setiap minggu mengisi acara di radio, dan sebagai pendeta yang populer di New York, maka ia menjadi jurubicara neo-liberalisme yang paling populer pada zamannya

Fosdick menyerang baik fundamentalis dan liberal. Ia menjadi terlibat dalam perdebatan liberal-fundamentalis dan pada tahun 1922 berkhotbah (dan kemudian diterbitkan) tentang topik "Shall the Fundamentalists Win?" Tahun 1935, ia mengkhotbahkan khotbahnya yang terkenal di New York berjudul "The Church Must Go Beyond Modernism" la menuduh modernisme telah terlalu dipengaruhi oleh intelektualisme, terlalu sentimentil, terlalu menurunkan konsep dari Allah, dan terlalu baik diharmonisasikan dengan dunia modern [15]. Ini menandai arah baru dari liberalisme, dan sebagai hasil dari tantangan Fosdick, maka lahirlah neo-liberalisme. Neo-liberalisme menolak filsafat idealistik dan subjektivisme dari liberalisme lama; neo-liberalisme mencari Allah di luar manusia, bukan di tengah manusia [16].

Walter M. Horton merupakan pelopor lain yang mengarahkan ulang liberalisme.
Meskipun Horton menetapkan untuk mempertahankan beberapa dari liberalisme, namun ia bersama dengan neo-liberal yang lain, tidak memperlihatkan suatu pandangan manusia yang optimistik. Ia mengakui bahwa keterpisahan manusia dari Allah telah mengakibatkan perang dan penderitaan manusia. John C. Bennett adalah tipikal dari penganut neo-liberal yang memperhitungkan dosa secara lebih serius. Bennett juga menolak "skeptikisme, subjektivisme, dan arbritarinasi" dan menekankan kepentingan dari suatu "keputusan iman" [17]. la melihat ketidakcukupan dari "humanisme religius yang cukup pada dirinya dan naturalisme reduktif" dan membuka pintu pada kemungkinan pewahyuan [18]. Selain itu, Bennett tidak mau mengakui ide tentang tema Kristologi dalam PL. Ia juga bersedia untuk menerima inti dari kritikisme tinggi.

Organisasi di seluruh dunia yang pada mulanya menyatukan kaum teologi liberal adalah Federal Council of Churches pada tahun 1908. Organisasi ini didahului oleh World Council of Churches, yang didirikan pada tahun 1948 dengan dukungan utamanya dari denominasi-denominasi tradisi Protestan yang berpegang pada pandangan liberal secara teologis



B. PENGAKUAN DOKTRINAL DARI NEO-LIBERALISME


Bibliologi, Alkitab diperhitungkan lebih serius dalam neo-liberalisme, sebagaimana terlihat pada studi yang serius dari orang-orang seperti C H. Dodd (1884-1973). Namun demikian presuposisi dari liberalisme lama, yaitu kritikisme tinggi dan penyangkalan tentang inspirasi, tetap dianut oleh neo-liberal.

Antropologi. Neo-liberal mempertahankan kepercayaan dasar dari liberal yang lama berkaitan dengan natur manusia. Mereka melihat manusia pada dasarnya adalah baik, tidak jahat, tetapi "sesuatu yang baik, yang tercemar" Namun, neo-liberal tidak optimis tentang membangun suatu utopia di atas bumi sebagaimana yang dilakukan oleh liberal yang lama.

Hamartiologi. Neo-liberal lebih realistik tentang dosa daripada liberal yang lama.
Untuk menyelesaikan dilema dari manusia, John C. Bennett mengusulkan pengakuan sebagai berikut: (1) "konsep dosa, yang seringkali merupakan pemilihan yang salah disebabkan oleh penipuan terhadap diri sendiri"; (2) "kehadiran dosa pada setiap tahap dari pertumbuhan moral dan spiritual"; (3) "kemungkinan untuk menyelesaikan semua masalah manusia satu kali dan untuk seterusnya dengan suatu perubahan dalam masyarakat adalah suatu ilusi"; (4) "keharusan untuk pertobatan yang terus-menerus" [19]. Namun, neo-liberal tidak mengakui dosa asal dan total depravitas dari umat manusia.

Kristologi, Neo-liberal memiliki pandangan yang lebih tinggi tentang Kristus daripada liberal yang lama, Neo-liberal berbicara tentang "keilahian" dari Kristus (meskipun mereka menolak pernyataan ortodoksi akan kepenuhan dan ketidakcacatan keilahian-Nya); namun demikian, mereka menolak konsep bahwa referensi akan keilahian Kristus menuntut kepercayaan terhadap kelahiran anak dara. Tanpa mengakui penebusan substitusionari, neo-liberal memberikan pengakuan yang lebih besar akan kematian Kristus, dengan menyatakan bahwa melalui kematian-Nya, gereja telah lahir dan individu-individu diinfus dengan kuasa Allah.



C. RINGKASAN EVALUASI DARI NEO-LIBERALISME


Sebagai kontras dengan liberalisme lama, neo-liberal memiliki pandangan yang lebih rendah tentang manusia dan pandangan yang lebih tinggi tentang Allah. Namun, mereka tidak kembali pada liberalisme lama. Pada intinya, Neo-Liberalisme tetap mempertahankan esensi dari liberalisme lama.




CATATAN UNTUK TEOLOGI LIBERAL :

[1] Van A Harvey, A Handbook of Thelogical Terms (New York Macmillan, 1964), hal. 153-154

[2] WA Hoffecker, "Schleiermacher, Friedrich Daniel Ernst," dalam Walter A Elwell, ed., Evangelical Oictionary of The%gy (Grand Rapids Baker, 1984), hal. 982 .

[3] William E. Hordern, A Layman's Guide to Protestant The%gy, rev. ed. (London: Macmillan, 1968), hal. 45.

[4] Hoffecker, "Schleiermacher," dalam Evangelical Oictionary of Theology, hal. 982.

[5] Ibid., hal. 982-983.

[6] Hordern, A Layman's Guide to Protestant Theology, hal. 46-47.

[7] Warren F Groff dan Donald E. Miller, The Shaping of Modern Christian Thought (Cleveland World, 1968), hal. 99-100.

[8] Robert Lightner, Neo-Liberalism (Nutley, N.J.: Craig, 1959), hal. 23.

[9] Ibid. hal. 22-23.

[10] R. V Pierard, "Strauss, David Friedrich," dalam Evangelical Oictionary of Theology, hal. 1056.

[11] Lihat pembahasan yang berguna oleh Gleason L. Archer, Jr, A Survey of Old Testament Introduction (Chicago Moody, 1964), hal. 73-109.

[12] Suatu catatan tambahan yang menarik bagi keseluruhan pembahasan ini adalah terbitan dari John A T Robinson's Redating the New Testament (Philadelphia: Westminster, 1976) Robinson tidak dikenal sebagai orang yang berpendirian konservatif, namun ia berketetapan untuk mempelajari Perjanjian Baru secara mandiri, dengan mengesampingkan pendidikan liberalnya dan presupposisinya. Robinson menyimpulkan bahwa semua kitab di Perjanjian Baru ditulis sebelum AD. 701

[13] Mark ANoii, "Rauschenbusch, Walter," dalam Evangelical Dictionary of Theology, hal. 912.

[14] Lihat pembahasan yang berguna di William E. Hordern, A Layman's Guide to Protestant Theology, hal. 73-84; Van A. Harvey, A Handbook of Theological Terms, hal. 144-146; dan Bernard Ramm, A Handbook of Contemporary Theology (Grand Rapids: Eerdmans, 1966), hal. 80-82.

[15] Lightner, Neo-Liberalism, hal. 36; dan Hordern, A Layman 's Guide to Protestant Theology, hal. 1 02-1 04 .

[16] Hordern, A Laymans Guide to Protestant Theology hal. 105.

[17] Harold E. Fey, ed How My Mind Was Changed (Cleveland: World, 1961). hal. 13

[18] lbid., hal. 14.

[19] Lightner, Neo-Liberalism hal. 64.




UNTUK STUDI LEBIH LANJUT TENTANG TEOLOGI LIBERAL

LIBERALISME STANDAR

Sejarahnya :

** Bruce A Demarest. General Revelation: Historical Views and Contemporary Issues. Grand Rapids: Zondervan, 1982. Hal. 93-114

** L. Harold DeWolf The Case for Theology in Liberal Perspective. Philadelphia:
Westminster, 1959.

* Walter A Elwell, ed .. Evangelical Oictionary of Theology. Grand Rapids: Baker, 1984. lihat juga bibliografi di bawah artikel khusus yang merupakan hasil karya individu dari dan tentang teologi-teologi liberal.

** William C. Fletcher. The Moderns. Grand Rapids Zondervan, 1962.
Alasdair I. CHeron. A Century of Protestant Theology. Philadelphia Westminster, 1980. Hal. 22-67.

* Stanley N. Gundry dan Alan F. Johnson, eds. Tensions in Contemporary Theology Chicago Moody, 1976. Hal. 15-34.

* William E. Hordern A Layman's Guide to Protestant Theology, rev. ed. London: Macmillan, 1968. Hal. 73-110



Metologinya

** W K. Cauthen The Impact of American Religious Liberalism. New York: Harper, 1962.

** F.H. Cleobury. Liberal Christian Orthodoxy London Clarke, 1963.

** L. Harold DeWolf The Case for Theology in Liberal Perspective. Philadelphia Westminster, 1959

* Walter A Elwell, ed, Evangelical Dictionary of Theology. Grand Rapids: Baker, 1984. Lihat artikel individual seperti "Higher Crlticism," Social Gospel," "Liberalisrn.' dan yang lainnya.

* Van A Harvey. A Handbook of Theological Terms. New York Macmillan, 1964. lihat artikel individual seperti "Biblical Criticism," "Liberalism," dan "Modernism"

* William E. Hordern. A Layman 's Guide to Protestant Theology London Macmillan, 1968. Hal. 73-87.


NEO-LIBERALISME

* John C Bennet. How I Changed My Mind, diedit oleh Harald E, Fey. Cleveland: Meridian, 1961, Hal. 11-24.

** W. K, Cauthen. The Impact of American Religious Liberalism New York: Harper, 1962, Walter A Elwell, ed, Evangelical Dictionary of Theology. Grand Rapids Baker, 1984, Hal, 424, 631-635.

* William E, Hordern. A Layman's Guide to Protestant Theology. London: Macmillan, 1968, Hal, 73-87.

** L, Harold DeWolf, The Case for Theology in Liberal Perspective, Philadelphia: Westminster, 1959.

* Robert P, l.iqhtner. Neo-Libera/ism, Nutley, N,J.: Craig, 1972, John Macquarrie Twentieth-Century Religious Thought. London: SCM, 1963,

** Martin E, Marty dan Dean G, Peerman, eds. A Handbook of Christian Theologians, Cleveland World, 1965.



Sumber :
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, Buku Pegangan Teologi, Saat, Malang, 2007, p 92-93, 195 – 207.


Artikel terkait :
TEOLOGI NEO-ORTODOKSI, di teologi-neo-ortodoksi-vt2082.html